Potret Hukum di Indonesia (Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah) |
Peran aturan dalam kehidupan memang sangat besar. Namun ada saja insiden yang menciptakan mirisnya penegakan aturan di Indonesia. Lalu apa saja yang menciptakan mirisnya aturan di Indonesia itu? Kali ini saya akan membahas perihal mirisnya penegakan aturan di Negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya sanggup anda simak di bawah ini.
Mirisnya Penegakan Hukum di Negara Indonesia
Sebelum membahas perihal mirisnya aturan di Indonesia, saya akan menjelaskan sedikit mengenai aturan yang terdapat di Indonesia tersebut. Negara Indonesia intinya yaitu negara hukum. Pernyataan ini tertulis dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang bunyinya yaitu "Negara Indonesia yaitu negara hukum". Dengan begitu di Indonesia telah berlaku KUH Perdata dan KUHP. Panutan aturan yang terdapat di Indonesia sama menyerupai BW (Burgerlijk Wetboek) yang dimiliki oleh Belanda. Negara Indonesia memang termasuk salah satu negara yang pernah dijajah Belanda. Maka dari itu panutan hukumnya tidak sanggup dilepaskan dari imbas Belanda tersebut.
Baca juga : 20+ Contoh Perubahan Sosial Budaya Beserta Penjelasan
Apakah yang terlintas dibenak anda jikalau mendengar pernyataan bahwa Indonesia yaitu negara hukum? Dalam pikiran kita niscaya negara Indonesia mempunyai keadilan dan negara yang tenang sebab berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Maka bagi yang melaksanakan pelanggaran aturan akan diberikan sebuah hukuman sesuai dengan ketetapan. Lantas bagaimana bisa terjadi insiden yang menciptakan mirisnya aturan di Indonesia itu?
Semua hak yang dikerjakan intinya tidak semuanya sama menyerupai yang terdapat dipikiran kita. Hal ini dikarenakan tidak semuanya mendapat kepastian dan keadilan dalam hukum. Bahkan kita sering mendengar istilah "Tumpul di atas dan Tajam di bawah" dalam sistem aturan di Indonesia. Inilah yang menjadi salah satu tanda bahwa mirisnya penegakan aturan di Indonesia. Maksud dari kata "di bawah" tadi ditujukan untuk orang orang dari kalangan miskin atau tidak berada. Sedangkan maksud kata "di atas" ditujukan untuk orang orang kaya atau berada. Maka dari itu "Tumpul di atas dan Tajam di bawah" dalam sistem aturan di Indonesia mempunyai maksud bahwa aturan hanya berlaku untuk orang orang miskin dan orang kaya tidak diberlakukan hukum. Istilah menyerupai ini menciptakan mirisnya aturan di Indonesia itu.
Di Indonesia kini ini memang sedang terjadi insiden menyerupai ini. Indonesia memang mempunyai sebutan sebagai negara hukum. Namun mengapa aturan tidak berjalan dengan semestinya? Di kalangan pejabat semakin marak masalah kasus Korupsi sehingga menunjukan bahwa di Indonesia semakin tidak bisa dalam menjalankan hukumnya. Rakyat yang dirugikan, sedangkan mereka (koruptor) yang menikmatinya. Hal ini tentunya menjadi pelajaran bagi pemerinah dan masyarakat pada umumnya. Sungguh semakin mirisnya aturan di Indonesia. Selain korupsi, adapula pelanggaran lain menyerupai pemalsuan, pengadaan dan pembersihan uang. Lalu dimanakah letak kekuatan aturan yang bersifat mengikat dan memaksa? Kejadian menyerupai ini menciptakan mirisnya penegakan aturan di Indonesia yang cukup ironis.
Baca juga : Pengertian Subordinasi Dalam Hukum, Jenis Jenis dan Contohnya
Pada ketika Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti masih menjabat di Kapolri, ia mempunyai tekad biar masyarakat mempunyai kepercayaan yang lebih kepada Polri. Caranya yaitu dengan kebijakan SOP (Standard Operating Procedure) untuk menangani penjeratan kasus bagi penyandang disabilitas, kaum miskin dan anak anak. Cara ini dilakukan biar masalah Nenek Asyani tidak terjadi kepada orang lain di kemudian hari. Jika masalah menyerupai Nenek Asyani ditemukan kembali maka polisi diwajibkan untuk menjalankan mediasi antara korban dengan pelakuya disertai dengan tokoh masyarakat. Misalnya tokoh agama atau kepala desa. Hal ini biar mirisnya aturan di Indonesia semakin berkurang dan bahkan sanggup hilang. Mediasi yang dilakukan bertujuan untuk menawarkan pelaku dan korban akan pemahaman aturan sehingga jalur solusi permasalahan akan menjurus pada cara damai. Dengan kata lain permasalahan tersebut tidak akan di bawa ke ranah hukum.
Mirisnya penegakan aturan di Indonesia memang sering kita jumpai. Bahkan mirisnya aturan di Indonesia tersebut sering menimpa orang orang yang kurang berada. Seolah olah aturan menyerupai pedang tajam bagi pelanggarnya sehingga siap untuk menebas siapa saja. Seperti halnya yang dialami oleh nenek Asyani sebab kasus mencuri kayu. Nenek Asyani diberikan denda Rp 500.000.000 dengan vonis penjara 1 tahun lebih 3 bulan. Adapula masalah anak yang mencuri sendal namun hukumannya tidak sesuai, sehingga menghebohkan khalayak umum. Letak keadilan itu berada dimana? Semua orang selalu menghamba hambakan keadilan. Bahkan dalam Pancasila juga telah tercantum letak keadilan itu menyerupai apa. Namun mengapa rakyat biasa memperoleh eksekusi yang kejam di Indonesia?
Inilah yang menciptakan mirisnya penegakan aturan di Indonesia. Mirisnya aturan di Indonesia tersebut terlihat dari perilaku adil yang diperoleh rakyatnya. Di mata aturan tidak ada pengecualian dalam memperoleh keadilan, tidak memandang status dan perlakuannya pun juga sama tanpa dibeda bedakan. Karena dihadapan aturan kita ini sama, maka sudah sepatutnya kita melaksanakan perbuatan perbuatan yang baik dan tidak melanggar hukum.
No comments:
Post a Comment