Wakaf. Wakaf secara bahasa adalah al habs dan al man’u 1 yang artinya menahan atau mencegah, Wakaf ialah perbuatan aturan wakif (pihak yang melaksanakan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.
Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para Imam mazhab, ibarat Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam lainnya. Berbagai pandangan ihwal wakaf berdasarkan istilah sebagai berikut:
Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanafiah
“ Menahan benda yang statusnya tetap milik wakif, sedangkan yang disedekahkan ialah keuntungannya untuk kebaikan baik kini akan datang".
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari wakif. Bahkan wakif dibenarkan menariknya kembali dan boleh menjualnya. Makara yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”.
Malikiyah
“Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau kesudahannya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan menyerahkan berjangka waktu sesuai dengan kehendak wakif”
Dengan kata lain, wakif menahan benda dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan kesudahannya untuk tujuan kebaikan, yaitu pinjaman manfaat benda secara masuk akal sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan berdasarkan Malikiyah berlaku suatu masa tertentu, dan karenanya dihentikan disyaratkan sebagai wakaf abadi (selamanya).
Syafi’i
“Menahan harga yang sanggup diambil keuntungannya disertai dengan kekekalan zat benda, lepas dari penguasaan wakif dan dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama”
Bahwa harta wakaf terlepas dari penguasaan wakif dan harta wakaf harus abadi serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.
Ahmad bin Hambai
“Menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat disertai dengan kekekalan zat benda serta memutus semua hak wewenang atas benda itu, sedangkan keuntungannya dipergunakan dalam hal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah”.
Bahwa pemilik harta dihentikan membelanjakan hartanya, adapun harta yang diwakafkan harus abadi dan bermanfaat untuk kebajikan kepada Allah.
Para ulama berbeda pendapat ihwal arti wakaf secara istilah, mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang bermacam-macam sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut. Baik dari segi kelaziman dan ketidak lazimannya, syarat pendekatan di dalam problem wakaf ataupun posisi pemilik wakaf sesudah diwakafkan. Selain itu juga perbedaan persepsi di dalam tata cara pelaksanaan wakaf, dan apa-apa yang berkaitan dengan wakaf, ibarat pensyaratan serah terima secara sempurna, dan sebagainya.
Harta yang diwakafkan dihentikan dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus sanggup dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapat sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk dia itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sumber Referensi
http://badanwakafsirojulmunir.org/pengertian-wakaf/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf#Unsur-Unsur_Wakaf
Wakaf : dari Segi Fiqih dan Praktek
http://badanwakafsirojulmunir.org/pengertian-wakaf/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf#Unsur-Unsur_Wakaf
Wakaf : dari Segi Fiqih dan Praktek
No comments:
Post a Comment